Rieke Diah Pitaloka Sarankan Proyek Milik PGN Diaudit

15-03-2018 / KOMISI VI

 

 

Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai kinerja Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam 5 tahun terakhir menurun. Menurutnya hal ini disebabkan karena adanya kenaikan biaya operasi akibat pembayaran sewa Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung dan karena kesalahan strategi manajemen dalam melakukan penempatan investasi khususnya di hulu, yakni Saka Energi Indonesia.

 

Oleh sebab itu, Rieke menyarankan agar dilakukan audit khusus dan tinjauan lapangan atas proyek milik PGN sebelum pemerintah meneruskan lebih jauh pembentukan holding BUMN Migas tersebut. Selain itu dia mengungkapkan, adanya kesalahan strategi manajemen dalam penempatan investasi khususnya di sisi hulu oleh PT Saka Energi Indonesia, yang merupakan anak usaha PGN.

 

“Investasi Saka Energi dalam pembelian blok migas pada 2013-2015, sampai saat ini masih mengalami kerugian rata-rata US$50 juta dalam lima tahun terakhir,” kata Rieke dalam keterangan persnya yang diterima Parlementaria, Rabu (15/3/2018).

 

Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini mengungkapkan lagi, sejak selesai dibangun tahun 2014, FSRU Lampung beroperasi tidak optimal sesuai rencana. Bahkan menurut Rieke cenderung tidak beroperasi sampai saat ini, namun tetap harus membayar sewa sebesar lebih dari US$ 90 juta. Penyebab utama masalah itu karena tidak adanya kontrak komersial dengan pelanggan khususnya PLN. Mahalnya biaya penyimpanan dan regasifikasi juga dianggap menjadi penyebab masalah.

 

“Ada dua hal yang menekan laba perusahaan, yakni kenaikan biaya operasi akibat pembayaran sewa fasilitas regasifikasi dan penyimpanan gas,” ujar Rieke.

 

Dia juga menduga terjadi mark up dalam proyek FSRU Lampung tersebut. Investasi di hulu (Saka) sampai saat ini masih mengalami kerugian. Rata-rata dalam 5 tahun lebih dari US$ 50 juta. Untuk itu, dia meminta data laporan keuangan Saka dan pembayaran sewa FSRU Lampung per tahun.

 

Rieke juga menyoroti pendapatan dan laba PGN yang menurun, padahal dari sisi aset mengalami kenaikan. Pada tahun 2012-2014 penambahan jaringan pipa relatif stagnan, atau hanya 91 km. Namun pertambahan aset naik secara signifikan, yaitu mencapai US$ 1,7 miliar.

 

“Berbeda dengan kondisi tahun 2015-2017, dimana penambahan jaringan mencapai 400 km, namun penambahan aset hanya US$ 350 juta. Penambahan kenaikan aset yang terjadi, penyebab utamanya karena di sebabkan oleh kegiatan pembelian blok migas di hulu melalui Saka Energi Indonesia di tahun 2013-2015,” analisa Rieke. (eko/sf)

BERITA TERKAIT
Rivqy Abdul Halim: BUMN Rugi, Komisaris Tak Layak Dapat Tantiem
19-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menegaskan dukungan atas langkah Presiden Prabowo Subianto menghapus tantiem...
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...